Palembang, UKN
Suasana di lantai 3 Gedung Inspektorat Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (11/9/2025), mendadak berbeda. Biasanya, ruangan itu dipenuhi dengan rapat-rapat teknis pemerintah daerah. Namun kali ini, kursi-kursi dipenuhi oleh wajah-wajah yang tak asing lagi dalam dunia pemberantasan korupsi para penyuluh antikorupsi yang telah terakreditasi resmi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kehadiran mereka bukan sekadar seremoni, melainkan momentum bersejarah. Untuk pertama kalinya sejak forum ini berdiri, Paksi AMPERA (Penyuluh Antikorupsi Sumsel) berhasil menggelar rapat koordinasi akbar. Seolah menjadi tanda dimulainya babak baru, rapat ini bukan hanya soal mengenalkan diri, tetapi juga membicarakan arah gerakan antikorupsi Sumsel ke depan.
Ketua Forum Paksi AMPERA Sumsel, Asep Irama, M.Pd, menegaskan pentingnya momen ini.
“Kegiatan ini sangat penting, bukan hanya untuk saling mengenal antarpenyuluh yang selama ini bekerja di lapangan masing-masing, tetapi juga untuk merumuskan rencana kerja ke depan serta menyusun solusi atas tantangan yang kita hadapi,” ujar Asep.
Para penyuluh yang hadir pun mengangguk setuju. Ada rasa antusias yang sulit disembunyikan. Maklum saja, selama ini perjuangan mereka sering kali berjalan sendiri-sendiri, tanpa forum koordinasi resmi. Dengan adanya Paksi AMPERA, mereka berharap pergerakan antikorupsi di Sumatera Selatan menjadi lebih solid, terarah, dan tentu saja lebih berdampak.
Bagi sebagian masyarakat, istilah “penyuluh antikorupsi” mungkin terdengar asing. Padahal, peran mereka sangat krusial. Mereka bukan penyidik atau penuntut kasus korupsi, tetapi agen perubahan yang menyebarkan nilai-nilai integritas, transparansi, dan akuntabilitas ke tengah masyarakat.
Mereka hadir di sekolah-sekolah, kampus, kantor pemerintahan, hingga desa-desa, menyampaikan betapa berbahayanya korupsi. Tak hanya itu, mereka juga memberikan pemahaman praktis bagaimana cara mencegah perilaku koruptif sejak dini.
Dengan akreditasi dari KPK, penyuluh antikorupsi memiliki standar kompetensi yang jelas. Mereka dibekali kemampuan komunikasi publik, materi edukasi, serta pendekatan kultural agar pesan antikorupsi lebih mudah diterima masyarakat.
Rapat koordinasi kali ini tak hanya diisi dengan hal-hal formal. Ada juga sesi sharing pengalaman dari para penyuluh. Di sinilah muncul berbagai cerita menarik sekaligus tantangan nyata di lapangan.
Salah seorang penyuluh menceritakan bagaimana ia pernah ditolak masuk ke sebuah sekolah karena dianggap membawa isu sensitif. “Padahal yang saya bawa hanyalah materi soal integritas dan kejujuran,” katanya.
Ada juga penyuluh yang mengaku harus berhadapan dengan stigma masyarakat. “Orang mengira kita ini mata-mata KPK yang siap menangkap pejabat. Padahal tugas kita adalah edukasi, bukan penindakan,” tambahnya.
Cerita-cerita semacam ini memunculkan gelak tawa sekaligus keprihatinan. Namun dari sanalah terlihat betapa pentingnya forum seperti Paksi AMPERA: menjadi wadah saling mendukung, berbagi strategi, dan merumuskan langkah-langkah konkret menghadapi tantangan.
Salah satu agenda utama rapat adalah penyusunan rencana kerja tahun mendatang. Asep Irama menekankan bahwa gerakan antikorupsi harus menyentuh semua lapisan masyarakat.
“Mulai dari desa, sekolah, komunitas anak muda, hingga ruang digital semua harus kita garap. Korupsi itu masalah budaya, dan budaya hanya bisa dilawan dengan gerakan yang konsisten,” tegasnya.
Program Integritas Masuk Desa: penyuluhan langsung ke masyarakat desa dengan bahasa lokal yang mudah dipahami.
sekolah-sekolah untuk menanamkan nilai anti korupsi sejak dini.
Kampanye Digital: memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan konten edukasi kreatif, agar anak muda lebih peduli pada isu integritas.
Sinergi dengan Pemda: memastikan program antikorupsi berjalan beriringan dengan kebijakan pemerintah daerah.
Tak bisa dipungkiri, suasana rapat koordinasi ini penuh energi positif. Para penyuluh tampak serius namun juga akrab. Banyak yang baru pertama kali bertemu, tetapi seolah sudah lama saling kenal karena memiliki misi yang sama: membangun Sumsel yang lebih bersih dari korupsi.
“Rasanya seperti menemukan keluarga baru,” kata salah satu peserta sambil tersenyum.
Kehangatan ini semakin terasa ketika forum ditutup dengan sesi foto bersama. Wajah-wajah penuh semangat terpancar, menandakan tekad mereka yang bulat.
Jika ditarik lebih luas, rapat ini sebenarnya bukan hanya untuk internal penyuluh. Lebih dari itu, kegiatan ini memberi pesan penting kepada publik: pemberantasan korupsi bukan hanya tugas aparat penegak hukum, tetapi juga tanggung jawab bersama.
Penyuluh hadir sebagai perpanjangan tangan KPK dalam mengedukasi masyarakat. Keberadaan mereka adalah bukti nyata bahwa pencegahan korupsi bisa dilakukan dari bawah, dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.
Rapat koordinasi perdana ini boleh dibilang sukses. Namun tantangan sebenarnya baru akan dimulai. Bagaimana forum Paksi AMPERA bisa konsisten menjalankan rencana kerja? Bagaimana mereka memastikan bahwa pesan integritas benar-benar sampai ke masyarakat?
Ketua forum Asep Irama menutup rapat dengan nada optimistis. “Ini baru langkah awal. Ke depan, kita harus bergerak lebih masif, lebih kreatif, dan lebih dekat dengan masyarakat. Karena melawan korupsi bukan pekerjaan sehari dua hari, melainkan perjuangan seumur hidup.”
Sebuah pesan yang seakan menegaskan bahwa perjuangan antikorupsi memang tidak pernah mudah, tetapi selalu layak diperjuangkan.
Dari rapat sederhana di lantai 3 Gedung Inspektorat Sumsel ini, kita belajar bahwa gerakan antikorupsi bisa lahir dari mana saja, bahkan dari orang-orang yang mungkin jarang disorot media.
Penyuluh antikorupsi bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hati. Dan ketika mereka bersatu dalam forum seperti Paksi AMPERA, maka harapan akan lahirnya Sumatera Selatan yang lebih bersih dan bermartabat bukan lagi sekadar mimpi. (TIM)
0 komentar:
Post a Comment